Peran komunitas dalam penanganan TBC yang responsif gender

Jakarta, 28 Oktober 2020 – Dunia termasuk Indonesia saat ini mengalami tantangan besar dalam isu kesehatan masyarakat. Pada tahun 2019, dunia menanggung beban 10 juta orang jatuh sakit TBC dan Indonesia berkontribusi sekitar 8,5% dari beban tersebut atau berjumlah 845.000 (WHO, 2020)1. Situasi tersebut semakin berat, ketika lebih dari 200 negara di dunia dan termasuk Indonesia terimbas pandemi COVID-19 (worldometers.info, 2020)2. Informasi yang dilansir di covid.19.go.id menunjukkan setiap hari jumlah orang yang terjangkit COVID-19 di Indonesia terus meningkat.

Hadirnya pandemi COVID-19 menjadi tantangan baru dalam upaya mencapai target eliminasi TBC di Indonesia tahun 2030. Cepatnya penularan COVID-19 membuat respon terhadap COVID-19 menjadi fokus utama kegiatan pemerintah dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, termasuk penyakit TBC.

Upaya strategis diperlukan untuk mendorong proses eliminasi TBC pada tahun 2030 bisa dicapai sesuai dengan target yang direncanakan. Salah satu nya adalah dengan memperkuat perencanaan penganggaran pada pemerintah daerah dengan prioritas penanganan TBC yang responsif gender.

Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bekerjasama dengan Stop TB Partnership dan POP TB Indonesia menyelenggarakan kegiatan Lokakarya virtual tentang perencanaan penganggaran responsif gender pada 28-29 Oktober 2020. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas organisasi penggiat TBC di seluruh Indonesia dalam advokasi perencanaan penganggaran TBC yang responsif gender. Hasil yang diharapkan dalam rangkaian kegiatan ini adalah meningkatnya pemahaman organisasi komunitas penggiat TBC mengenai perencanaan penganggaran TBC yang responsif gender sehingga organisasi penggiat TBC mampu melakukan advokasi perencanaan penganggaran TBC di di daerah.

Dalam sambutannya, Direktur Eksekutif STPI, Heny Akhmad menyampaikan, “Kelompok perempuan, minoritas dan kelompok rentan seringkali mendapatkan hambatan dalam mengakses layanan kesehatan yang disebabkan oleh norma dan budaya. Oleh karena itu, dibutuhkan layanan kesehatan yang memenuhi aspek kesetaraan gender. Selain itu, Layanan dengan kesetaraan gender akan memberikan daya ungkit untuk mewujudkan target-target kesehatan (health outcomes).

Dengan mengutip hasil penelitian, Heny Akhmad menambahkan bahwa stigma pada perempuan, rendahnya akses dan kontrol perempuan terhadap pengelolaan sumberdaya kesehatan berkorelasi terhadap diagnosis dan keberhasilan pengobatan TBC. Keberhasilan pengobatan pasien TBC pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.

Mempertegas pentingnya integrasi isu TBC dalam perencanaan pembangunan, Wasingatu Zakiyah, selaku narasumber dalam paparannya menyampaikan, Kalau masalah TBC muncul di peta masalah perencanaan pembangunan daerah maka peluang untuk mendapatkan alokasi anggaran yang memadai akan lebih besar. Disinilah fungsi advokasi perencanaan dan penganggaran menjadi sangat penting dengan memanfaatkan ruang partisipasi perumusan perencanaan sebagaimana diamanatkan dalam PP. 47 Tahun 2017.

Advokasi perencanaan penganggaran TBC dapat dimulai dari proses perencanaan desa karena desa_sebagaimana diaamanatkan dalam UU Desa memiliki dana yang cukup besar sehingga ada peluang alokasi penganggaran desa untuk pengembangan eliminasi TBC, lanjut Wasingatu Zakiyah.

 

___________________

1 Global TB Report

2 https://www.worldometers.info/coronavirus/countries-where-coronavirus-has-spread/

 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top
Scroll to Top