Jakarta, 20 Mei 2020 – Indonesia termasuk salah satu dari lima negara dengan beban tuberculosis (TB) tertinggi di seluruh dunia dan diperkirakan bertanggung jawab atas 15 persen kasus TB yang hilang di tingkat global. Hanya 360.000 kasus yang diketahui dari perkiraan 1.000.000 insiden kasus dan diasumsikan sekitar 70 persen dari kasus yang hilang (sekitar 650.000 kasus TB) masih terhubung di beberapa titik layanan kesehatan pemerintah dan swasta. Demikian pula, hanya 2.738 kasus TB MDR yang ternotifikasi dari perkiraan 32.000 (8%).
Dalam lima tahun terkahir, kelompok dukungan di Indonesia berkembang dengan dukungan dari beberapa stakeholder. Pada tahun 2015, beberapa organisasi mantan TB dari beberapa provinsi berkumpul untuk membentuk Perhimpunan Organisasi Pasien TB (POP TB) Indonesia yang didukung oleh Challenge TB (CTB) dengan dukungan dana dari USAID Indonesia.
Pada tahun 2017 Yayasan KNCV Indonesia juga memberikan dukungan dan bantuan kepada POP TB Indonesia untuk membentuk organisasi pasien TB di 6 provinsi. Selama tahun 2017, tidak hanya membentuk organisasi pasien, POP TB juga melakukan beberapa kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan organisasi pasien seperti pelatihan pendidik/pendamping sebaya, melakukan kegiatan advokasi melalui forum lintas sektor yang melibatkan stakeholder yang ada di daerah tersebut termasuk sektor swasta untuk memberikan dukungan kepada organisasi pasien.
Saat ini POP TB menjadi penerima dana bantuan Global Fund sebagai SSR (sub-sub-recipient) dibawah LKNU dan Kementerian Kesehatan untuk mengelola: 1) Program-program Manajer Kasus; 2) Melakukan diskusi kelompok terarah (DKT) antar pasien TB RO; 3) Mengelola pendamping pasien dan rumah singgah bagi pasien TB RO. Lembaga Asiyiyah juga memfasilitasi pertemuan nasional yang melibatkan semua organisasi pasien yang menjadi anggota POP TB dan melakukan advokasi untuk pemberdayaan ekonomi bagi pasien TB.
POP TB Indonesia juga terlibat dalam Joint External Monitoring Mission on TB (JEMM TB) pada tahun 2017. Selain itu, anggota POP TB juga terlibat menjadi anggota TWG dibawah Country Coordinating Mechanism (CCM) Indonesia. Bahkan salah satu anggota POP TB berhasil berperan di Green Light Committee Asia Tenggara (rGLC SEARO).
Sejauh ini, POP TB juga mengelola dana bantuan dari Indonesia AIDS Coalition (IAC), sebuah Lembaga HIV yang fokus pada kegiatan advokasi dan peningkatan kapasitas organisasi. Dana yang diberikan sampai Desember 2020 ini merupakan dana untuk memperkuat sekretariat POP TB Indonesia.
Melalui kesempatan dukungan dana dari rGLC, diharapkan dapat menjadi salah satu peluang bagi POP TB dalam menyediakan pengetahuan dan keterampilan bagi organisasi pasien TB untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan mereka. Sehingga kedepannya mereka dapat lebih berkembang.
Bagi internal POP TB sendiri, dukungan dana ini diharapkan dapat menjadi langkah selanjutnya untuk bekal memobilisasi sumber daya untuk meningkatkan POP TB seperti juga organisasi pasien dibawah POP TB. Khususnya untuk respon TB RO dan pembentukan organisasi pasien di daerah-daerah dengan beban TB yang cukup tinggi yang belum tersentuh oleh POP TB.
Dalam hal untuk melaksanakan mandate organisasi, dukungan dana rGLC menjadi sangat penting untuk pengembangan kapasitas organisasi pasien dalam rangka percepatan respon pengobatan TB RO di Indonesia. Pelatihan ini akan menggunakan modul WHO dengan melakukan penyesuaian dengan situasi Covid-19.

Sebagai salah satu mandate organisasi, POP TB Indoensia cukup berhasil membawa organisasi pasien untuk menjadi salah satu bagian yang cukup penting dalam pengembangan strategi dan program di tingkat nasional. Meskipun organisasi pasien memainkan peran yang khusus dalam menjaga kepatuhan pengobatan pasien TB RO.
Batch pertama diadakan pada tanggal 20-22 Mei 2020. Batch kedua dilaksanakan pada 27-29 Mei 2020; dan Batch ketiga diadakan pada tanggal 2-4 Juni 2020 melalui aplikasi Zoom. Sebelum peserta dibagi menjadi tiga Batch, pada hari pertama dan kedua, seluruh peserta mengikuti upacara pembukaan dan literasi TB pada tanggal 18 dan 19 Mei 2020. Pelatihan dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan organisasi pasien TB dan juga untuk memperkuat organisasi terkait literasi TB, keterampilan konseling, pemantauan berbasis komunitas dan sistem umpan balik dan juga advokasi. Ada enam puluh (60) peserta dari 16 (enam belas) organisasi penderita TB yang ada dari 12 provinsi berpartisipasi dalam pelatihan virtual, terdiri dari: 1) PETA (Jakarta); 2) SEMAR (Jawa Tengah); 3) STORI (Kepulauan Riau); 4) BEKANTAN TB (Kalimantan Selatan); 5) KAREBA BAJI (Selatan Sulawesi); 6) TERJANG (Jawa Barat); 7) PESAT (Sumatera Selatan); 8) PETIR (Jawa Timur); 9) BERAKSI (Nusa Tenggara Timur); 10) Cendrawasih TB Papua (Papua); 11) DAENG TB (Sulawesi Selatan); 12) REKAT (Jawa Timur); 13) SEKAWAN (Jawa Timur); 14) PANTER (Jawa Timur); 15) PUSAKO (Jawa Barat); 16) GAMELAN TB (Bali).
Selama 5 hari pelatihan, peserta telah mendapatkan pelajaran literasi TB, keterampilan konseling, pemantauan berbasis komunitas dan sistem umpan balik serta advokasi. Sebagai pengetahuan tambahan peserta juga mendapatkan pelajaran terkait peran dan fungsi rGLC, mekanisme Global Fund serta peran komunitas dalam mekanisme Global Fund.